Hidupnya Nilai Kemanusiaan saat Perang Dunia II

Judul Film: The Book Thief | Tayang: 28 Februari 2014 (Indonesia)
Sutradara: Brian Percival | Produser: Karen Rosenfelt, Ken Blancato
Genre: Drama | Penulis Skenario: Brian Percival, Michael Petroni
Durasi: 130 menit | Studio: 20th Century Fox
Bahasa: Inggris, Jerman
The Book Thief berkisah tentang Liesel Meminger (Sophie Nelisse), gadis sederhana, sang pencuri buku yang sangat terpesona dengan kekuatan kata-kata.
Ketika kakaknya meninggal dalam perjalanan kereta dan sang Ibu kandung sudah tidak mampu merawat, Liesel diadopsi oleh pasangan suami istri Hans (Geoffrey Rush) dan Rossa (Emily Watson) Huberman di Munich, Jerman. Ayah angkatnya yang baik hati mengajarkan Liesel cara membaca.
Liesel adalah seorang gadis muda berusia 12 tahun yang teguh pendiriannya dan ulet. Setelah Hans mengajarinya membaca, rasa hausnya terhadap imajinasi dan pengetahuan terobati. Dunia Liesel berkembang, terutama dari berbagai cerita dan buku-buku dan kenyataan kelam dari rezim yang berkuasa saat itu.
Di desa kecil ini, ia menemukan alasan untuk bersikap optimistis berkat persahabatan dengan anak muda lainnya, Rudy (Nico Liersch) Max. Max adalah anak dari teman lama Hans, seorang Yahudi yang dalam pelarian. Kehadiran Max membuat Liesel seperti memiliki seorang kakak laki-laki.
Kehidupan nyaman Liesel tak berlangsung lama saat Max harus pergi demi melindungi keluarga Liesel, ditambah lagi Hans harus pergi untuk wajib militer dan kembali dengan kondisi terluka. Puncak kesedihan adalah saat semua orang yang dikenal dan disayanginya terbunuh karena serangan bom.
Adegan ditutup dengan narasi tentang kehidupan Liesel dan kematiannya pada usia 90 tahun. Narator menyiratkan bahwa ia menjadi penulis terkenal.
Cerdas
Meskipun berlatar belakang perang dunia II dan sarat akan kemiskinan, sang sutradara sungguh sangat cerdas, dengan tidak menggambarkan kemiskinan dan penderitaan dengan gamblang.
Hal itu terlihat saat Rossa mengatakan, “Dengan kehadiran pengungsi, artinya mulai sekarang kita harus mengurangi makan.”
Bisa dikatakan film ini memberikan perspektif yang segar terhadap perang. Tidak menggambarkan kondisi perang, tapi dampaknya, dengan mengambil sisi penting manusia itu sendiri.

Akting Sophie Nelisse yang mempesona dengan kepolosan yang ditunjukkan menjadi daya tarik tersendiri dari film ini. Belum lagi interaksi antar-pemain yang patut diacungi jempol. Mudah dipahami kalau film ini masuk dalam nominasi Oscar, Golden Globe, dan BAFTA.
Daya tarik lain yang terlihat dari film ini adalah nilai pengorbanan diri, keberanian dalam menghadapi kesulitan yang tak terkatakan, dan mengajarkan nilai bagaimana hidup kita bisa bermanfaat dan membuat perbedaan bagi kehidupan orang lain. Sungguh, ini merupakan film dengan kisah yang menghangatkan hati, tapi tetap menghadirkan suasana yang gelap dan mencekam.