dr. Achmad Yurianto, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Anak Kolong yang Berhasil Jadi Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Jalan hidup seseorang tidak ada yang bisa menebak. Mungkin ini bisa menggambarkan perjalanan hidup Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kementerian Kesehatan dr. Achmad Yurianto. Siapa sangka pria yang berlatar belakang pendidikan seorang dokter ini, juga menjadi komandan untuk pencegahan dan pengendalian penyakit di bawah naungan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Yuri (panggilan akrabnya) mengisahkan bahwa dirinya terlahir sebagai “anak kolong”. Sebutan bagi anak-anak, yang orang tuanya berprofesi sebagai tentara. “Sebagai “anak kolong”, bapak saya menginginkan saya menjadi tentara juga. Tetapi, karena ibu saya dulu pernah sakit agak lama dan dirawat di rumah sakit, jadi ingin juga anaknya jadi dokter. Saya pikir, kalau saya bisa dua-duanya kenapa nggak,” cerita Yuri saat ditemui Mediakom di ruang kerjanya.
Awal mula
Kisah Yuri sebagai dokter di militer, dimulai selepas menamatkan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Kala itu, banyak dokter yang diperlukan untuk berdinas di kemiliteran sehingga ada wajib militer selama 2 tahun dan Yuri mengikuti program ini.
Saat itu, kata Yuri, bagi peserta yang telah menjalankan wajib militer diberikan pilihan, untuk meneruskan karir di militer atau menjalani pekerjaan lain di luar militer. Teringat akan cita-citanya memenuhi keinginan orang tuanya, Yuri memutuskan melanjutkan karir di militer yang kala itu masih bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
“Saya mengawali karir bekerja di tahun 1987. Waktu itu, saya masuk di Kesehatan TNI AD. Dari tahun ‘87 itulah, saya dinas di kesehatan angkatan darat. Waktu itu penugasan pertama saya di satuan tempur di Surabaya,” kisah Yuri.
Pada 1989, Yuri dipindahtugaskan dari Surabaya ke Timor-Timur dengan masih tergabung dalam batalion satuan tempur. Selama 6 tahun Yuri berdinas masuk keluar hutan belantara di wilayah yang kala itu rawan konflik bersenjata, hingga kemudian dipindahtugaskan ke Jakarta pada 1995.
“Saya pindah ke Jakarta, masih di satuan tempur di Kostrad. Kemudian, saya di Batalion Kesehatan. Sejak di Batalion Kesehatan itulah saya sering mendapat penugasan dari Kementerian Kesehatan terutama terkait dengan penanganan bencana,” jelasnya.
Salah satu pengalaman yang masih diingat Yuri adalah ketika Menteri Kesehatan pada tahun 2003 meminta dirinya untuk menjadi Komandan Satgas Kesehatan di Kemenkes untuk penanganan gempa bumi di Nabire. Setelah peristiwa tersebut, intensitas Yuri bekerja sama dengan Kemenkes semakin rutin hingga pada akhirnya jalan karir membawa pria yang telah 28 tahun berkarir sebagai tentara tersebut berlabuh di Kementerian Kesehatan.
“Tahun 2014, zamannya Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi, saya dilantik untuk menjadi Kepala Pusat Krisis sampai dengan tahun 2019. Sepanjang jadi Kepala Pusat Krisis Kesehatan, bencana sepanjang tahun itu saya di situ. Agustus 2019 oleh Ibu Nila, saya dipindahkan ke P2P jadi Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Ses-Ditjen P2P) dari 1 Agustus,” terang pria yang juga pernah menjalani tugas sebagai rescue diver dan penerjung payung ini.