Keping Kenangan Pergi di Suatu Pagi

Novel The Memory Police karya Yoko Ogawa ini mengangkat tema kenangan. Apa yang terjadi bila di setiap pagi ada yang hilang dari dirimu?
Satu per satu benda-benda hilang. Satu per satu kenangan pergi. Yang tersisa adalah keping-keping ingatan yang rapuh. Mereka rapuh karena cepat atau lambat akan hilang pula, seperti benda-benda dan kenangan-kenangan lainnya.
Itu yang dialami tokoh “aku” dalam novel The Memory Police karya Yoko Ogawa. Tokoh “aku” adalah seorang pengarang novel. Dia tak bernama, seperti juga orang-orang yang tinggal di sebuah pulau yang juga tak diketahui namanya. Nama barangkali adalah keping kenangan yang pertama hilang di sana tapi Yoko Ogawa tak mengisahkan kapan mereka kehilangan nama.
Yoko Ogawa adalah salah satu pengarang terkenal Jepang kontemporer. The Memory Police adalah buku pertamanya yang diterjemahkan ke dalam 25 bahasa dan “meledak” di negara-negara berbahasa Inggris. Ogawa dikenal sebagai penulis science fiction tapi karyanya bukan jenis petualangan antariksa atau mesin waktu seperti karya H. G. Wells atau Isaac Asimov.
Ogawa lebih tertarik dengan tema kenangan dan komunikasi. Housekeeper and the Professor, misalnya, berkisah tentang profesor yang hanya mampu mengingat hal-hal dalam 80 menit terakhir. Little Birds bercerita tentang dua saudara yang hanya bisa berkomunikasi dengan burung.
Dalam The Memory Police, tema kenangan menjadi fokus Ogawa. Dalam novel ini, setiap orang bangun pagi, ada benda yang hilang di seluruh pulau dan kenangan tentang benda itu pun ikut hilang. Ketika di suatu pagi burung-burung mulai hilang, orang-orang di pasar memberi makan burung peliharaan mereka untuk terakhir kali. Ada yang memanggil-manggil nama burungnya. Ada yang mengelus-elusnya. Lalu, mereka membuka sangkar burung-burung itu dan melepas mereka. Sejenak burung-burung itu ragu tapi kemudian mengepakkan sayap dan menghilang di angkasa. Ketika sang novelis melihat burung di langit, dia tak mengerti lagi arti kata “burung” dan kenangan mengenainya.