Kata Batin Amara

Novel Andina Dwifatma tentang sebuah keluarga kecil yang mengharapkan datangnya seorang anak. Menggali kedalaman batin perempuan.
Tak ada yang diharapkan oleh Amara dan Baron selain bayi mungil. Namanya nanti mungkin Zooey atau Chloe. Terserahlah. Tapi, bayi yang didambakan itu tidak muncul-muncul juga.
Amara dan Baron adalah pasangan suami-istri muda yang mukim di sebuah komplek perumahan di Ciputat. Mereka tergolong kelas menengah, yang tidak kaya tapi juga tidak miskin. Orang-orang yang mampu membeli telepon pintar dan kopi seharga Rp 50 ribuan. Uang sisa mereka masih punya untuk memuaskan hobi koleksi mobil-mobilan untuk Baron dan sepatu untuk Amara.
Pada mulanya pasangan itu tak terlalu menggubris serbuan komentar masyarakat: “Kok belum jadi juga sih? Kurang ahli ‘kali bikinnya?”, “Program saja di dokter, atau mau langsung bayi tabung?”, “Sudah cek belum? Jangan-jangan Baron nih yang bermasalah”, “Kalian kurang sedekah”, atau “Angkat anak aja buat pancingan”.
Apa yang lebih senyap dari bisikan? Itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Amara dalam sunyi.
Keduanya merasa masih muda dan masih sibuk bekerja. Mereka masih menikmati hidup hanya berdua. Bahkan, kadangkala mereka merasa beruntung belum punya momongan ketika mau kongko dengan teman-teman tapi ada yang tak bisa datang karena anaknya rewel.
Lima tahun perkawinan mereka berlalu. Zooey atau Chloe tak menunjukkan tanda-tanda kedatangan. Perbincangan soal anak mulai mengisi obrolan mereka sehari-hari. Amara mulai mengatur ketat kapan waktu bercinta yang tepat. Zooey atau Chloe bukan lagi angan-angan tapi dambaan bagi mereka.
Amara dan Baron menjadi tokoh sentral Lebih Senyap dari Bisikan, novel kedua Andina Dwifatma, perempuan kelahiran Jakarta pada 1986, Novel pertamanya, Semusim dan Semusim Lagi, menang dalam Sayembara Mengarang Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012 dan menempatkan Andina di deretan pengarang baru yang menjanjikan di jagat sastra Indonesia.