Risiko Kesehatan Akibat Kerja

Ada sejumlah bahaya potensial pada pekerja yang berdampak pada kesehatan. Dari bahaya fisik hingga psikososial.
Lingkungan tempat kerja memiliki faktor risiko yang berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan, baik kecelakaan akibat kerja maupun penyakit akibat kerja. Orang biasanya berada di tempat kerja selama minimal delapan jam per hari atau 40 jam per minggu selama bertahun-tahun. Selama di tempat kerja, ia melakukan proses kerja atau berada di lingkungan dengan berbagai pajanan yang dapat berisiko terhadap kesehatan atau “bahaya potensial pekerjaan”. Hal ini juga berlaku bagi aparatur sipil negara (ASN).
“Berdasarkan buku statistik ASN yang dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Negara pada Juni 2021, ada ada lebih dari empat juta pegawai negeri sipil di Indonesia. Adapun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sebanyak 50 ribu,” kata Dr. dr. Astrid Sulistomo, M.P.H., Sp.Ok., Ketua Umum Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi (PERDOKI), dalam acara Sosialisasi Jaminan Kecelakaan Kerja ASN Kementerian Kesehatan yang diselenggarakan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga, Kementerian Kesehatan pada 15 Februari lalu.
Di acara itu, Astrid yang menyampaikan materi “Potensi Bahaya dan Risiko Kecelakaan Kerja serta Penyakit Akibat Kerja pada ASN”. Dia menyatakan, pekerjaan yang banyak dilakukan oleh ASN adalah jabatan struktural dan fungsional. Yang banyak adalah guru, tenaga kesehatan, dosen, dan pelaksana teknis. “Semua ASN dan PPPK dapat terkena pajanan pekerjaan,” katanya.
Menurut Astrid, jenis-jenis bahaya potensial pada pekerja adalah bahaya potensial fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial. Bahaya potensial fisik beragam sumbernya. Salah satunya adalah kebisingan. Hal ini biasa dialami oleh orang yang bekerja dengan mesin atau alat mekanik. Penyakit yang dapat timbul adalah tuli.
Sumber lain adalah vibrasi. Ini dapat dialami oleh pekerja dengan alat mekanik atau alat berat. Namun, dokter gigi juga dapat terkena carpal tunnel syndrome.