Layanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas

Puskesmas Kebon Jeruk punya layanan khusus kesehatan jiwa. Kurangnya edukasi dan stigma terhadap kesehatan jiwa masih jadi masalah utama.
Pemahaman masyarakat mengenai kesehatan jiwa yang masih kurang menjadi salah satu penyebab terhambatnya proses penyembuhan pasien dengan masalah kesehatan jiwa. Hal ini mendorong Pusat Kesehatan Masyarakat Kebon Jeruk di Jakarta melakukan inovasi dengan membuat program Hirosima, singkatan dari hilangkan stigma, rangkul klien jiwa bersama, pada 2016.
“Waktu itu ada kasus pasien (jiwa) yang berulang-ulang menjalani pengobatan. Setelah dievaluasi, akhirnya ketemu masalahnya, yakni kurangnya edukasi, adanya stigma, sehingga muncullah Hirosima,” kata dr. Indah Ariestanti, penanggung jawab pelayanan kesehatan jiwa Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk, ketika ditemui Mediakom pada 9 Desember lalu.
Melalui program Hirosima sejumlah tenaga kesehatan di sana melakukan edukasi ke masyarakat dan para tokoh setempat. Mereka antara lain menyampaikan bahwa pasien jiwa harus melakukan pengobatan seumur hidup layaknya penderita penyakit darah tinggi dan diabetes. Dengan demikian, mereka berpesan kepada masyarakat agar pasien jiwa yang telah kembali dari rumah sakit harus rutin meminum obat dan kontrol seumur hidup.
Setahun kemudian Puskesmas Kebon Jeruk membentuk layanan kesehatan jiwa yang diberi nama Poli Kirana, yang mulai beroperasi pada pertengahan 2017. Tahun pertama Poli Kirana menerima 100 pasien. Pada 2018 jumlah pasien meningkat menjadi 300 orang dan tahun berikutnya meningkat lagi. Meski sempat mengalami penurunan pasien karena pandemi COVID-19, jumlah pasien yang mengakses layanan di sana sejak beroperasi telah mencapai ribuan orang. “Sampai November 2022, total yang berobat sekitar dua ribuan yang dimasukkan ke dalam data. Hasilnya, anxiety yang ‘juara’. Jadi ‘juaranya’ adalah masalah kecemasan,” ujar Indah.
Indah memaparkan data layanan kesehatan jiwa yang dicatat oleh Puskesmas Kebon Jeruk berdasarkan standar pelayanan minimum (SPM) yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Selama Januari hingga November 2022, ada 607 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), 295 pasien depresi, dan 272 pasien gangguan mental emosional anak dan remaja (GME). Ada pasien, kata Indah, yang langsung mendaftar ke Poli Kirana setelah melakukan self diagnosis atau konsultasi lewat layanan telemedisin dan ada pula yang mendaftar setelah melakukan skrining barcode kesehatan mental yang diwajibkan bagi para pasien baru.
“Ada yang dari poli calon pengantin, ada dari poli ruang bersalin. Setiap pasien yang baru mendaftar harus mengisi skrining barcode kesehatan mental. Jika skor SRQ 20 lebih atau sama dengan enam maka dia akan diminta konsul ke Poli Kirana,” kata Indah, yang lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.