Tiga Suntikan Pencegah Kematian Bayi

Pemerintah menjalankan vaksinasi PCV secara nasional untuk mengatasi penyakit pneumonia. Salah satu penyebab tingginya angka kematian pada bayi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut pneumonia merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian pada bayi, selain diare. Situasi serupa juga terjadi di Indonesia sehingga pemerintah Indonesia mengambil langkah untuk menjadikan imunisasi pneumococcal conjugate vaccines (PCV) sebagai salah satu program imunisasi anak Indonesia yang mulai berlaku secara nasional pada September tahun lalu.
“Hari ini, Kementerian Kesehatan meluncurkan secara nasional Imunisasi PCV. Pemberian vaksinasi PCV ini sangat penting karena telah terbukti mampu menurunkan pneumonia secara drastis. Karena, pneumonia ini bisa menyebabkan kematian pada anak dan balita. Oleh karena itu, dengan tekad bulat mulai 2022 imunisasi PCV akan kita lakukan di seluruh Indonesia,” kata Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, pada 12 September 2022, dalam rilis Kementerian Kesehatan.
Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan, dr. Prima Yosephine Berliana Tumiur Hutapea, M.K.M., mengatakan, untuk mengatasi persoalan pneumonia yang kerap menyerang anak di bawah lima tahun (balita), Kementerian Kesehatan mulai menguji coba pemberian imunisasi PCV pada tahun 2016 secara bertahap yang dimulai dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Selanjutnya, secara bertahap juga dilakukan di Provinsi Bangka Belitung, lalu ke provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Kemudian dilakukan kick off nasional pada September 2022 untuk seluruh provinsi dan seluruh kabupaten/kota.
Pneumonia, kata Prima, ada bermacam-macam penyebabnya. Salah satunya disebabkan oleh kuman haemophilus influenza tipe B. Pada 2013, untuk mencegah balita terinfeksi penyakit tersebut, Kemenkes menjalankan program vaksinasi DPT-HB-Hib, kombinasi vaksin untuk difteri, tetanus, pertusis, hepatitis B, dan haemophilus influenzae tipe B (HiB). Kombinasi ini mengubah komposisinya, yang sebelumnya tetravalen menjadi pentavalen.
Prima mengatakan bahwa kombinasi vaksin ke dalam satu dosis tersebut sangat efektif dan efisien karena satu kali suntik dapat masuk semua vaksin yang diperlukan. Meskipun demikian, program tersebut belum bisa menekan kasus pneumonia secara signifikan karena penyebab terbesar pneumonia, yakni bakteri pneumokokus, belum diberikan kepada bayi. Pada 2016, dilakukan uji coba pemberian vaksin PCV bersamaan dengan imunisasi DPT-HB-HiB setelah tidak ditemukan kasus kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) berat, maka mulai tahun 2022 vaksin PCV menjadi program nasional dan anak-anak di usia satu tahun akan mendapatkan tiga kali suntikan PCV.
“Jadi anaknya terima multiple injection. Ada penta di sebelah kiri dan ada PCV di sebelah kanan, karena diberikan di umur anak dua bulan, tiga bulan kemudian 12 bulan, untuk PCV-nya. Di usia dua bulan dan tiga bulan anak-anak juga mendapatkan vaksin penta, jadi barengan,” ujar Prima.
Menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC), bakteri pneumokokus dapat menyebabkan beberapa penyakit, seperti pneumonia atau infeksi paru-paru, telinga, sinus, darah, dan meningitis. Dampak yang terjadi ketika seseorang terinfeksi bakteri pneumokokus beragam, mulai dari yang ringan hingga dapat berakibat fatal, di antaranya dapat menyebabkan kerusakan otak atau gangguan pendengaran, meningitis, infeksi darah, hingga kematian.
Ketua Indonesian Technical Advisory Group of Immunization (ITAGI), Prof. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, dr., Sp.A.(K.), menjelaskan bahwa imunisasi PCV bertujuan untuk mencegah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh pneumococcal atau streptococcus pneumoniae, kuman yang ada di kerongkongan komensal. Kuman tersebut, kata dia, hidup dan menjadi karier di dalam kerongkongan dan diam di dalam. Kuman yang menjadi karier tersebut tidak membuat sakit, namun, begitu ada faktor pencetusnya, seperti anak sering flu atau sering infeksi pada tenggorokan, maka kuman ini akan menjadi aktif. Ketika aktif, lanjut Sri Rezeki, kuman ini akan menyebar dan dapat masuk ke paru-paru atau selaput otak atau ke dalam darah hingga akhirnya menjadi komplikasi yang berbahaya.
“Inilah yang kita katakan invasive pneumococcal disease (IPD). Pneumokokus masuk ke dalam organ-organ lain sehingga menimbulkan penyakit termasuk ini. Kupingnya keluar air, keluar nanah, dan sebagainya. Yang paling memberatkan adalah 50 persen penyebab pneumonia ini adalah streptococcus pneumoniae. Yang lainnya, seperti haemophilus influenza atau virus-virus lain, lebih rendah, 30 persen,” ujar Sri Rezeki dalam wawancara Mediakom dalam jaringan pada Rabu, 9 Agustus lalu.
Sri menambahkan, vaksin PCV selain dapat menurunkan angka kematian pada balita dan secara tidak langsung dapat mencegah orang lanjut usia terjangkit pneumonia. Selain balita, bakteri pneumokokus juga dapat menjangkiti orang yang berusia di atas 50 tahun. Menurutnya, meskipun program vaksin PCV saat ini hanya menyasar kelompok bayi di bawah usia dua tahun tapi orang tua dan juga orang yang hendak menunaikan ibadah ke Tanah Suci disarankan untuk melakukan imunisasi PCV.
“Untuk lansia belum menjadi program tetapi bisa diberikan oleh rumah sakit swasta bagi orang umur 50 tahun ke atas. Terutama, misalnya jemaah haji. Jemaah haji banyak yang sepuh-sepuh. Yang mau berangkat baik umrah maupun haji itu sebaiknya diberikan vaksin pneumococcus,” kata Sri.
Imunisasi PCV sudah menjadi program nasional dan dapat dilakukan di pos pelayanan terpadu (posyandu), pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), maupun fasilitas pelayanan kesehatan lain seperti rumah sakit, klinik, praktik mandiri dokter, praktik mandiri bidan, dan lainnya yang memberikan layanan imunisasi. Imunisasi PCV diberikan sebanyak tiga dosis. Dosis pertama pada usia dua bulan, dosis kedua usia tiga bulan, dan dosis ketiga pada usia 12 bulan. Vaksin ini diberikan gratis. Vaksin yang digunakan aman dan telah direkomendasikan oleh WHO dan telah lulus uji dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). M