
Konsep anggaran kesehatan akan berubah mulai 2024. Jika selama ini anggaran kesehatan bersifat mandatory spending atau anggaran wajib, maka mulai tahun depan skema tersebut diubah menjadi anggaran berbasis kinerja. Hal tersebut diungkapkan oleh Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. Mohammad Syahril, Sp.P.
“Dengan tidak adanya persentase angka di dalam Undang Undang Kesehatan, bukan berarti anggaran itu tidak ada, namun tersusun dengan rapi berdasarkan dengan rencana induk kesehatan dan berbasis kinerja berdasarkan input, output, dan outcome yang akan kita capai, karena tujuannya jelas meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia setinggi-tingginya. Jadi semua tepat sasaran, tidak buang buang uang,” kata Syahril pada 12 Juli lalu sebagaimana dikutip dari rilis Kemenkes.
Menurut Syahril, perubahan skema anggaran menjadi berbasis kinerja berdasarkan evaluasi yang menyimpulkan bahwa mandatory spending tidak menentukan kualitas dari hasil (outcome) yang dicapai. Syahril mencontohkan, setiap tahun ada 300 ribu orang yang meninggal akibat penyakit strok. Di sisi lain juga ada lebih dari 6.000 bayi meninggal karena penyakit kelainan jantung bawaan yang tidak bisa dioperasi. Selain itu, yang masih menjadi pekerjaan rumah sampai saat ini, ada 5 juta balita hidup dalam kondisi stunting padahal anggaran kesehatan yang digelontorkan sangat banyak.
“Artinya apa? Karena dulu pedoman belum ada, guideline belum ada, eh uangnya sudah ada. Akhirnya malah terjadi kebingungan. Perencanaan copy paste dari tahun sebelumnya ditambah inflasi sekian, akhirnya outcome-nya ya begitu-begitu saja, karena belum terarah dengan baik,” ujarnya.
Syahril menyatakan, mulai tahun anggaran 2024, akan disusun terlebih dahulu rencana induk kesehatannya dan kemudian akan dibuat skema pembagian peran antara pusat dan daerah serta disesuaikan dengan targetnya seperti apa. Diharapkan, dengan skema ini, anggaran yang akan dialokasikan menjadi lebih terarah sehingga peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat terwujud.