Mengenal Teknologi Hujan Buatan

Teknologi modifikasi cuaca atau hujan buatan dilakukan dengan cara menyemai awan menggunakan bahan-bahan yang bersifat higroskopisatau menyerap air.
Kemarau panjang menjadi salah satu penyebab polusi udara di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Salah satu upaya yang dinilai dapat menurunkan buruknya kualitas udara di wilayah ini adalah dengan menghadirkan hujan buatan.
Apa sebenarnya hujan buatan itu? Mengutip situs web Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), hujan buatan tidak dapat diartikan secara harfiah sebagai pekerjaan membuat hujan, tetapi dalam aktivitas ini yang dilakukan adalah memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan dan mempercepat jatuhnya hujan.
“Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) adalah sebuah pemanfaatan teknologi yang berupaya inisiasi ke dalam awan. Agar proses yang terjadi di awan lebih cepat dibandingkan dengan proses secara alami,” demikian keterangan tertulis dalam situs web BRIN.
Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBTMC BPPT) Tri Handoko Seto mengatakan hujan buatan atau teknologi modifikasi cuaca dilakukan dengan cara menyemai awan (cloud seeding) menggunakan bahan-bahan yang bersifat higroskopis (menyerap air) sehingga proses pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan akan meningkat dan selanjutnya akan mempercepat terjadinya hujan. Meski demikian, proses hujan buatan juga bergantung pada kondisi alam. Jika awannya banyak, maka akan dapat menginkubasi lebih banyak dan otomatis menghasilkan hujan yang lebih banyak juga, begitu pun sebaliknya.
Deni Ahmad Jakaria, Cucu Tohir dalam Jurnal Teknik Informatika (2016) menyebutkan, untuk menerapkan usaha hujan buatan, diperlukan tersedianya awan dengan kandungan air cukup, sehingga dapat terjadi hujan yang sampai ke tanah. Bahan yang dipakai dalam hujan buatan dinamakan bahan semai. Awan yang digunakan untuk membuat hujan buatan adalah jenis awan Cumulus (Cu) yang bentuknya seperti bunga kol.
Setelah lokasi awan diketahui, pesawat terbang yang membawa bubuk khusus untuk menurunkan hujan diterbangkan menuju awan. Karena hujan buatan ini adalah modifikasi cuaca, maka hujan buatan bisa terjadi kapan saja tanpa harus menunggu langit mendung. Menurut Seto, diperlukan pesawat khusus yang digunakan dalam proses hujan buatan.
“Untuk melakukan Operasi TMC pun butuh pesawat yang biasanya dimodifikasi khusus untuk operasi TMC, guna mengangkut kru serta bahan semai, berupa garam halus yang nantinya akan disemai di dalam awan,” ujarnya.
Saat ini, setidaknya sudah ada 5 pesawat yang diperuntukkan mendukung proses pembuatan hujan buatan. Di antaranya, pesawat Casa NC212/200 yang secara khusus didesain sebagai pesawat penyemai (versi Rain Maker).
F. Heru Widodo (2000) dalam “Dampak Lingkungan Kegiatan Hujan Buatan dengan Bahan Semai Calsium Oxyde (Ca O) Studi Kasus: Kegiatan Penelitian Hujan Buatan di DAS Saguling Jawa Barat Periode 10 Desember 1999 S.d. 04 Januari 2000” yang terbit di Jurnal Teknologi Lingkungan menyebutkan bahwa penggunaan kalsium oksida (CaO) sebagai bahan benih selama kegiatan modifikasi tidak memberikan pengaruh terhadap kualitas air hujan dan air waduk karena masih berada di bawah batas maksimum baku mutu tipe A, sebelum, pada saat, dan sesudah kegiatan modifikasi.
“Secara umum kualitas air hujan dan air waduk, khususnya parameter pH, untuk wilayah Cemara dan Banjaran selama kegiatan berlangsung masih berada di bawah batas maksimal baku mutu air. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya berbagai industri di daerah tersebut,” tulis Heru.
Sementara itu, mengutip situs web Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, air hujan memiliki kandungan zat yang bersifat kimiawi sehingga tidak baik digunakan oleh manusia.